Kamis, 15 Agustus 2013

FINALLY, IT IS DONE!

“Kuliah lagi?” kalimat itulah yang pertama kali mengalir di otakku tatkala orangtuaku menghendaki aku melanjutkan studiku ke jenjang pascasarjana. Kuliah S2? Buat apa? Aku tidak begitu tertarik untuk berkutat lagi dengan segudang buku dan handout kuliah. Memikirkannya saja sudah membuat kepalaku pening. Ditambah lagi, aku juga bekerja. Bekerja diPurworejo lalu kuliah di Yogya/Solo? No way!

Singkat kata, akhirnya aku dinyatakan diterima di UNS, kampus tempatku menimba ilmu dulu di S1. Tanpa terasa, satu semester yang “berdarah-darah” pun telah kulewati bersama dengan teman-teman seperjuanganku di kelas Paralel 1B 2013. Tidak seperti kuliah di jenjang S1 yang berjalan mulus layaknya jalan tol Daendels di ujung selatan kota Purworejo, perjalanan kuliahku diwarnai dengan banyak noda dan rintangan yang cukup membuatku ambruk ke ruang klinik dokter Budi beberapa kali.

Let me explain my “hard journey”. Pertama, ada satu hal yang membuatku memilih UNS sebagai tempat kuliahku di jenjang S2: ada kelas parallel dua hari, sekali dalam dua minggu. Maka, ketika Kaprodiku mengumumkan tidak adanya kelas parallel saat kuliah perdana, kontan rasanya dunia mau kiamat. Terus aku piye?????? Padahal sudah terlanjur bayar untuk SPP semester 1. Kalau aku lanjut, berarti aku harus berhenti kerja (padahal belum tentu Kepsekku member izin. Scara pengunduran diriku bakal mendadak, ditengah-tengah tahun ajaran pula). Kalau tidak jadi kuliah, uang enam juta-kuhangus, hilang melayang. Satu minggu, dua minggu, aku dan teman-teman yang ngotot untuk tetap diadakan kelas pararel dengan terpaksa harus mengikuti perkuliahan dengan jadwal kuliah kelas regular: Kamis, Jumat, Sabtu. Untung saja, saat itu pas kebetulan tanggal merah. Minggu berikutnya, pas ada TUC Kabupaten. God saved me.

Tralala! Tiba-tiba ada keajaiban terjadi. Hari itu, aku ingat betul. Suatu sore yang ternyata memberi pencerahan bagi kami yang berjuang untuk kelas Paralel. Kelas Paralel jadi dibuka, asalkan ada 20 mahasiswa yang mendaftar. Well. Tidak sampai 20 mahasiswa yang mau. Sampai detik itu, 16:48, baru ada 19 mahasiswa yang mendaftar. Satu menit kemudian, satu mahasiswa bahkan malah mengundurkan diri. Rasanya perutku tambah mau muntah saja. Tiba-tiba, masuklah Pak Indro, mahasiswa dari Jogja, dan mengumumkan bahwa beliau dan Bu Madya, teman kuliah kami yang ternyata juga adalah istrinya akan masuk kelas Paralel. Akhirnya……… Genap 20 mahasiswa. Allah memang sudah mengatur jalan kuliah kami sedemikian rupa. Berliku, tapi happy ending di akhir kisahnya.

Rasa cemas dan kekhawatiranku tidak berhenti sampai hal itu saja. Di hari pertama kami mengawali kuliah kami dengan jadwal baru di kelas parallel, aku datang terlambat. Biasanya, aku naik keretapukul 04.00. Namun, saat itu kereta tidak juga datang. Padahal, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 05.00. Kuliah Linguistics Mr Martono dimulai pukul 07.30. Walhasil, aku terlambat dua jam di kuliah pertama. Haha.

Bukan hanya itu saja. Setiap kali aku membaca semua status teman-temanku di kelas regular, aku hanya mampu menelan ludah dan merasa tak berarti apa-apa. Untuk mengerjakan projek video Academic Speaking dari Bu Dewi saja, mereka sampai menyewa aula Pascasarjana, membawa segala alat rekam canggih yang namanya-pun bahkan aku tak tahu. Sedangkan aku dan teman-teman di kelas parallel, hanya mebuat video dengan kamera digital ala kadarnya. Meski tidak seperti teman-teman yang mengambil shooting di kelas, aku menggunakan jasa murid-murid di sekolah sebagai objek seminar kecilku. Dengan pinjaman kamera dari UPHI sekolah, cameramen seorang toolman sekolah, dan editor oleh seorang guru Kimia, berjalanlah shooting videoku. (Mas Bud dan Ki Edy Riwayat, saya berhutang bud pada Anda berdua). Entah setan apayang menggangguku saat itu. Untuk meng-copy hasil video dari memory card kamera ke laptop saja, butuh waktu 4 JAM! Malam harinya, walau harus begadang sampai pagi, editan video-ku jadi. Alhamdulilaaaahhh.

Ada lagi satu kejadian bersejarah yang nyaris saja berbingkai darah ketika kuliah terkhir. Waktu itu aku harus berangkat ke Solo sendiri. Ndilalah, tak ada seorang-pun yang bisa mengantarkuke stasiun. Akhirnya, kubawa sendiri motorku. Apesnya, tiba-tiba tas dokumenku yang kucantolkan di cantolan motor samping kanan terjatuh. Padahal, dalam tas itu tersimpan semua dokumen kuliah, flashdisk, juga semua print out tugas. Jatuhnya,tepat di tengah jalan raya (soalnya saia suka ngebut, jadi jalan di tengah,niatnya kan biar cepat sampai gitcu...) Kontan saja kuberhentikan motorku ditengah jalan. Pikiranku hanya satu: SELAMATKAN TAS ITU. Tanpa kusadari, sebuahtruk container beroda 12 yang berisi berpuluh-puluh karung pupuk hampir sajamelindasku. AAAAAAGGGGGHHHHHHHH!!! Tapi tenang saja: AKU SELAMAT.

Setiap kali bertemu teman-teman lamaku (entah teman SMP atau SMA), selalu kudengar pertanyaan yang sama: Kok semakin kurus saja? Kadang, risih juga mendengarnya. Padahal,  aku juga sudah menghabiskan berkaleng-kalengsusu Weight Gain. Nyatanya, tanpa hasil. Dalam hati, aku selalu menggerutu setiap mendengar pertanyaan itu. Bagaimana mau gemuk? Setiap Minggu dan Senin, aku harus kuliah dari jam setengah delapan pagi sampai Sembilan malam. Pagiharinya, Selasa tepat pukul tujuh, aku harus sudah mengoceh di depan para siswaku sampai kurang lebih pukul tiga sore. Belum lagi kalau ada tugas. Hampir setiap hari harus begadang sampai pagi mengerjakan semua tugas itu. Dari semua tugasitu, ada satu makalah yang sampai membuatku berkunjung ke klinik Dokter Budi: FILSAFAT. Bukan sekali atau dua kali, tapi tiga kali. Kata dokter, aku stress hingga membuat-ku Insomnia. Bagaimana gak insomnia? Mau kukerjakan makalah itu, aku jelas gak bisa. Kalau kutinggal tidur, sama saja mataku terbayang-bayang wajah dosen GENIUSku yang tentu akan membabat habis makalahku tanpa sisa. Sepertinya, otakku hanyalah seperseratus isi otak beliau. Prof Joko. Tak peduli seberapa kuat badai menghempas negeri Indonesia, kisah hidup Anda akan selalumenginspirasi saya. Bahwa kita memang harus bekerja keras super keras (meski harus sampai jatuh sakit macam saya….) untuk mendapatkan hasil yang minimal mendekati sempurna.

Akhirnya, dengan ditemani I WON’TGIVE UP milik Jason Mras, lagu kebangsaanku di era pascasarjana ini, (lagu kebangsaanku di zaman S1 adalah Armada Masa Depan milik Ada Band, silakan download) dan secangkir kopi Good Day di hampir setiap malam, telah kulewati semester 1 kuliahku. Finally, it is done! Kukumpulkan lagi remahan-remahan semangatku untuk menjalani kuliah lagi di semester 2, 1 SEPTEMBER2013. Akhir semester 1 ini bukanlah akhir dari semua perjuangan kami. Gerilya ini masih akan terus berlanjut. Dan lagu milik Jason Mras itupun masih akan terus mengalun….

"I won't give up on us
Even if the skies get rough
I'm giving you all my love
I'm still looking up


'Cause even the stars they burn
Some even fall to the earth
We've got a lot to learn
God knows we're worth it
No, i won't give up”


SEMANGAT! MARI BERJUANG LAGI, KAWAN!

IHT 2019

download here: https://drive.google.com/file/d/1lcitNhP0T9GSS7mMimlo9hpthf-Cn4Id/view?usp=sharing